Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2022

Kerangka Peraturan
  • JUDULUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2022 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI PAPUA BARAT DAYA
  • PEMBUKAAN
      • a. bahwa untuk mencapai cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia…
      • b. bahwa pemekaran wilayah di Provinsi Papua Barat perlu memperhatikan aspirasi…
      • c. bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada belum optimal dalam…
      • d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,…
      • 1. Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22D ayat (2)…
      • 2. [Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi…
  • BATANG TUBUH
  • PENUTUP
  • JUDULUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2022 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI PAPUA BARAT DAYA
  • PEMBUKAAN
      • a. bahwa untuk mencapai cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia…
      • b. bahwa pemekaran wilayah di Provinsi Papua Barat perlu memperhatikan aspirasi…
      • c. bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada belum optimal dalam…
      • d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,…
      • 1. Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22D ayat (2)…
      • 2. [Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi…
  • BATANG TUBUH
  • PENUTUP
Kerangka<< >>

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2022
TENTANG
PEMBENTUKAN PROVINSI PAPUA BARAT DAYA


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang:
  1. bahwa untuk mencapai cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu membangun masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilakukan pemekaran di wilayah Provinsi Papua Barat;

  2. bahwa pemekaran wilayah di Provinsi Papua Barat perlu memperhatikan aspirasi masyarakat Papua Barat untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat serta mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua, khususnya di Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Maybrat, dan Kota Sorong;

  3. bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada belum optimal dalam mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera, khususnya di Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Maybrat, dan Kota Sorong;

  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya;


Mengingat:
  1. Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O2l Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 66971;


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI PAPUA BARAT DAYA.


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

  1. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  2. Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat Daya adalah Gubernur sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah Provinsi Papua Barat Daya.

  3. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Wali Kota sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/ kota.

  4. Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua dan provinsi-provinsi yang berada di wilayah Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menumt prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak dasar masyarakat Papua sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  5. Dewan Perwakilan Ralryat Papua Barat Daya yang selanjutnya disebut DPR Papua Barat Daya adalah lembaga perwakilan daerah provinsi yang berkedudukan sebagai salah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah Provinsi Papua Barat Daya.

  6. Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat Daya yang selanjutnya disingkat MRP Provinsi Papua Barat Daya adalah representasi kultural Orang Asli Papua, yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka pelindungan hak-hak Orang Asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan.

  7. Provinsi Papua Barat adalah daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Propinsi Irian Jaya Tengah, Propinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Propinsi Irian Jaya Tengah, Propinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong.

  8. Orang Asli Papua yang selanjutnya disingkat OAP adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri atas suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai OAP oleh Masyarakat Adat Papua.


BAB II
PEMBENTUKAN, CAKUPAN WILAYAH,
BATAS DAERAH, DAN IBU KOTA


Bagian Kesatu
Pembentukan


Pasal 2

Dengan Undang-Undang ini dibentuk Provinsi Papua Barat Daya yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Bagian Kedua
Cakupan Wilayah


Pasal 3
(1)

Provinsi Papua Barat Daya berasal dari sebagian wilayah Provinsi Papua Barat yang terdiri dari:

  1. Kabupaten Sorong;

  2. Kabupaten Sorong Selatan;

  3. Kabupaten Raj a Ampat;

  4. Kabupaten Tambrauw;

  5. Kabupaten Maybrat; dan

  6. Kota Sorong.

(2)

Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta wilayah yang tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

(3)

Cakupan pulau di Provinsi Papua Barat Daya tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.


Bagian Ketiga
Batas Daerah


Pasal 4
(1)

Provinsi Papua Barat Daya mempunyai batas daerah:

  1. sebelah utara berbatasan dengan Samudera Pasifik;

  2. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Manokwari, Kabupaten Pegunungan Arfak, dan Kabupaten Teluk Bintuni di Provinsi Papua Barat;

  3. sebelah selatan berbatasan dengan Laut Seram dan Teluk Berau; dan

  4. sebelah barat berbatasan dengan Laut Halmahera dan Laut Seram.

(2)

Provinsi Papua Barat Daya memiliki kewenangan pengelolaan sumber daya alam di laut provinsi, dengan tata cara penarikan garis batas kewenangan pengelolaan sumber daya alam di laut provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)

Batas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan batas kewenangan pengelolaan sumber daya alam di laut provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digambarkan dalam peta wilayah yang berkoordinat sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari UndangUndang ini.

(4)

Penegasan batas daerah Provinsi Papua Barat Daya secara pasti di lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.


Pasal 5
(1)

Dengan terbentuknya Provinsi Papua Barat Daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Barat Daya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)

Pengaturan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Barat Daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional serta dilakukan dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi di sekitarnya.

(3)

Pemerintah kabupaten/kota dalam cakupan wilayah Provinsi Papua Barat Daya wajib menyesuaikan Rencana Tata Ruang Wilayah dengan mengacu Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Barat Daya.


Bagian Keempat
Ibu Kota


Pasal 6

Ibu Kota Provinsi Papua Barat Daya berkedudukan di Kota Sorong.


BAB III
URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH


Pasal 7

Urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Provinsi Papua Barat Daya mencakup urusan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB IV
PEMERINTAHAN DAERAH


Bagian Kesatu
Peresmian Daerah dan Pelantikan Penjabat Gubernur


Pasal 8

Peresmian Provinsi Papua Barat Daya dan pelantikan Penjabat Gubernur dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak UndangUndang ini diundangkan.


Bagian Kedua
Pemerintah Daerah


Pasal 9
(1)

Gubernur dan Wakil Gubernur pertama kali dipilih dan disahkan melalui tahapan pemilihan kepala daerah serentak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(2)

Sebelum Gubernur dan Wakil Gubernur definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilantik, Presiden mengangkat Penjabat Gubernur dari pegawai negeri sipil yang menduduki jabatan pimpinan tinggi madya berdasarkan usul Menteri Dalam Negeri dengan masa jabatan paling lama 1 (satu) tahun.

(3)

Jika Gubernur dan Wakil Gubernur delinitif belum dilantik dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden dapat mengangkat kembali Penjabat Gubernur untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya paling lama 1 (satu) tahun atau menggantinya dengan penjabat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4)

Apabila Gubernur dan wakil Gubernur definitif belum dilantik dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden dapat mengangkat kembali Penjabat Gubernur sampai dilantiknya Gubernur dan Wakil Gubernur definitif.

(5)

Penjabat Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki kewajiban dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pembentukan perangkat daerah dan pengisian perangkat daerah, memfasilitasi pembentukan MRP Provinsi Papua Barat Daya, fasilitasi pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan DPR Papua Barat Daya pertama kali serta tugas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6)

Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan, pengawasan, evaluasi, dan fasilitasi terhadap kinerja Penjabat Gubernur dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (5).


Pasal 10

Pendanaan pertama kali pelaksanaan fasilitasi pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan dapat didukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Papua Barat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.


Pasal 11
(1)

Untuk menyelenggarakan pemerintahan di Provinsi Papua Barat Daya dibentuk perangkat daerah yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat DPR Papua Barat Daya, sekretariat MRP Provinsi Papua Barat Daya, dinas daerah, badan daerah serta unsur perangkat daerah lainnya dengan mem kekhususan, kebutuhan, dan kemampuan keuangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)

Perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibentuk oleh Penjabat Gubernur Papua Barat Daya paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pelantikan.


Bagian Ketiga
DPR Papua Barat Daya


Pasal 12
(1)

DPR Papua Barat Daya terdiri atas anggota yang:

  1. dipilih dalam pemilihan umum sesuai dengan ketentuan peraturan pemndang-undangan; dan

  2. diangkat dari unsur OAP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)

Anggota DPR Papua Barat Daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk pertama kali ditetapkan berdasarkan hasil pemilihan umum tahun 2024.

(3)

Penetapan hasil seleksi anggota DPR Papua Barat Daya yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum Komisi Pemilihan Umum menetapkan anggota DPR Papua Barat Daya yang terpilih melalui pemilihan umum.


BAB V
MRP PROVINSI PAPUA BARAT DAYA


Pasal 13

Penjabat Gubernur Papua Barat Daya untuk pertama kalinya mempersiapkan dan bertanggung jawab memfasilitasi pembentukan MRP Provinsi Papua Barat Daya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB VI
APARATUR SIPIL NEGARA, ASET, DAN DOKUMEN


Pasal 14
(1)

Gubernur Papua Barat bersama Penjabat Gubernur Papua Barat Daya mengatur dan melaksanakan manajemen aparatur sipil negara, penyerahan aset serta dokumen kepada Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(2)

Bupati Sorong, Bupati Sorong Selatan, Bupati Raja Ampat, Bupati Tambrauw, Bupati Maybrat, dan Wali Kota Sorong bersama Penjabat Gubernur Papua Barat Daya mengatur dan melaksanakan manajemen aparatur sipil negara, penyerahan aset serta dokumen kepada Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)

Manajemen aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak pelantikan Penjabat Gubernur.

(4)

Aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diprioritaskan pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja OAP yang karena tugas dan kemampuannya diperlukan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Papua Barat Daya.

(5)

Penyerahan aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak pelantikan Penjabat Gubernur.

(6)

Manajemen aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) serta penyerahan aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya difasilitasi dan dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.

(7)

Gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) selama belum ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Papua Barat Daya dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja dari asal satuan kerja yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(8)

Aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:

  1. barang milik daerah Provinsi Papua Barat yang bergerak dan tidak bergerak dan/atau yang dikuasai atau dimanfaatkan oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya yang berada dalam wilayah Provinsi Papua Barat Daya;

  2. barang milik daerah Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Maybrat, dan Kota Sorong yang bergerak dan tidak bergerak yang telah diserahkan dan dimanfaatkan oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya;

  3. badan usaha milik daerah Provinsi Papua Barat yang kedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di Provinsi Papua Barat Daya;

  4. utang piutang Provinsi Papua Barat yang kegunaannya untuk Provinsi Papua Barat Daya; dan

  5. dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Provinsi Papua Barat Daya.

(9)

Dalam hal penyerahan aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak dilaksanakan atau belum selesai dilaksanakan oleh Gubernur Papua Barat, Bupati Sorong, Bupati Sorong Selatan, Bupati Raja Ampat, Bupati Tambrauw, Bupati Maybrat, dan Wali Kota Sorong berdasarkan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Menteri Dalam Negeri wajib menyelesaikan penyerahan aset dan dokumen.


BAB VII
ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN HIBAH


Pasal 15
(1)

Provinsi Papua Barat Daya berhak mendapatkan alokasi transfer ke daerah berdasarkan kemampuan keuangan negara dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)

Pembagian penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus kepada Provinsi Papua Barat Daya dan kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat Daya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 16
(1)

Pemerintah Kabupaten Sorong, Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan, Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, Pemerintah Kabupaten Tambrauw, Pemerintah Kabupaten Maybrat, dan Pemerintah Kota Sorong sesuai dengan besaran kebutuhan dan kesanggupannya dapat memberikan hibah untuk menunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Papua Barat Daya.

(2)

Pemerintah Provinsi Papua Barat dapat memberikan hibah untuk menunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan sesuai kebutuhan Provinsi Papua Barat Daya.

(3)

Pemberian hibah oleh pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan hibah oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan terhitung sejak pelantikan Penjabat Gubernur Papua Barat Daya.

(4)

Penjabat Gubernur Papua Barat Daya menyampaikan laporan pertanggunglawaban realisasi penggunaan dana hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada pemberi hibah dengan tembusan Menteri Dalam Negeri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.


Pasal 17

Penjabat Gubernur Papua Barat Daya berkewajiban melakukan pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB VIII
PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN EVALUASI


Pasal 18
(1)

Untuk mengefektilkan penyelenggaraan pemerintahan daerah, Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan fasilitasi terhadap Provinsi Papua Barat Daya dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak diresmikan.

(2)

Menteri Dalam Negeri melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kewajiban Pemerintah Provinsi Papua Barat, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya, Pemerintah Kabupaten Sorong, Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan, Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, Pemerintah Kabupaten Tambrauw, Pemerintah Kabupaten Maybrat, dan Pemerintah Kota Sorong sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

(3)

Menteri Dalam Negeri dalam melakukan pengawasan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berkoordinasi dengan kementerian teknis terkait.

(4)

Menteri Dalam Negeri menyampaikan perkembangan pembinaan dan fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta perkembangan pengawasan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.


BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 19
(1)

Sebelum terbentuknya DPR Papua Barat Daya untuk pertama kali, Penjabat Gubernur Papua Barat Daya menyusun Rancangan Peraturan Gubernur tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Papua Barat Daya untuk tahun anggaran berikutnya.

(2)

Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan jumlah anggota MRP Provinsi Papua Barat Daya untuk pertama kalinya diatur dengan Peraturan Gubernur yang ditetapkan oleh Penjabat Gubernur Provinsi Papua Barat Daya.

(3)

Rancangan Peraturan Gubernur Papua Barat Daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan setelah mendapat persetujuan Menteri Dalam Negeri.

(4)

Penetapan Peraturan Gubernur Papua Barat Daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 20

Ketentuan mengenai pengisian jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, DPR Papua Barat Daya dan penetapan daerah pemilihan pada pemilihan umum tahtn 2024 sebagai akibat dibentuknya Provinsi Papua Barat Daya diatur lebih lanjut dalam undang-undang mengenai pemilihan umum.


Pasal 21
(1)

Ketentuan mengenai penataan aparatur sipil negara di Provinsi Papua Barat Daya diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara dengan ketentuan khusus sebagai bentuk afirmasi.

(2)

Pengisian aparatur sipil negara di Provinsi Papua Barat Daya untuk pertama kalinya dapat dilakukan dengan penerimaan:

  1. calon pegawai negeri sipil OAP yang berusia paling tinggi 48 (empat puluh delapan) tahun;

  2. pegawai honorer OAP yang terdaftar kategori II di Badan Kepegawaian Negara menjadi calon pegawai negeri sipil yang berusia paling tinggi 5O (lima puluh) tahun; dan

  3. pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja.


BAB X
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 22
(1)

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

(2)

Peraturan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga terdiri dari jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dalam Otonomi Khusus.


Pasal 23

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):